KAMPUS, MAHASISWA DAN EKSISTENSI YANG BERGESER.!!!
Kampus hari ini telah berubah.
Pandangan bahwa kampus adalah wahana pendidikan untuk ‘memanusiakan manusia’ perlahan memudar. Hal ini seiring terkuaknya berbagai macam kontroversi di dalamnya, seperti proyek-proyek kerjasama dengan berbagai macam perusahaan, waktu studi yang semakin ketat dan singkat, serta upaya-upaya menormalisasi kehidupan kampus agar sesuai dengan karakter produk yang akan dihasilkannya: pekerja yang patuh dan terampil. Sikap kampus hari ini tak lepas dari perubahan jaman dan permainan kapitalisme Global yang saya sebut (The New Capitalism).
Itulah mengapa kurikulum, aturan-aturan akademik, serta para fasilitator menjadi salah satu instrumen yang dibutuhkan dalam menciptakan kondisi yang sesuai untuk memroduksi komoditi. Kerasnya aturan beserta sanksi akademik di kampus, yang terlihat jelas dalam beberapa tahun belakangan ini, merupakan indikasi bahwa lingkungan kampus memang didesain sedemikian rupa untuk menyamai lingkungan kerja, layaknya pabrik-pabrik yang memiliki jam kerja dan pengawasan yang ketat.
Agitasi propaganda yang dibuat sangat mudah dan nyaman semisal semuanya berbasis online atau sentralisasi data sebenarnya adalah permainan agar mahasiswa mudah di kontrol dan memaksimalkan sistem kontrol terpusat yang membawa perlahan dominasi birokrat semakin menguat, yang imbasnya mahasiswa terasing satu sama lain.
Ruang-ruang kreatifitas maupun Organisasi semakin terskreditkan dari rumahnya sendiri. Berbagai penekanan dan permainan dalam tubuh kampus sendiri membawa Organisasi mahasiswa dan ruang-ruang kreatifitas ini perlahan hilang power bahkan dimodifikasi agar menopang kebijakan kampus hari ini. Kampus yang sebenarnya menyokong kreatifitas dan penelitian mahasiswa ternyata berbalik arah. Penggelapan Dana kemahasiswaan dan tertutupnya informasi bagi mahasiswa adalah kenyataan bahwa kampus telah bertransformasi menjadi lumbung pendapatan bagi para birokrat. Padahal kita hidup di jaman semua dalam pemanfaatan internet namun keadaan nyata semua serba tertutup.
Mahasiswa kini di permainkan dalam sangkar yang dinamakan kampus. Mengapa seperti itu.?? Coba kita lihat kenyataan yang ada dengan sematan heroisme sebagai Agen perubahan, penerus bangsa, manusia berpendidikan dan masih banyak lagi, mahasiswa di kurung dalam kampus di buat menjadi mahkluk individu tanpa bersosialisasi lagi.
Keadaan objektif hari ini ada dalam kampus biru di bukit Tonsaru, mulai dari perselisihan horizontal,Ras,suku, agama keapatisan yang menggerogoti mahasiswa saat ini dan tak maunya lagi mahasiswa melihat keadaan masyarakat hari ini. Apakah semua hal ini mencuat begitu saja.? Tentu tidak, hal ini adalah penekanan tersistematis dari kebijakan pendidikan tinggi. Mulai dari kenaikan uang kuliah, sanksi akademik yang semakin ketat, waktu kuliah yang di tentukan semakin sempit dan berbagai kebijakan yang mendorong mahasiswa kehilangan powernya. Ini terjadi karena sembari menimbah ilmu kebanyakan mahasiswa memikirkan keadaan prekonomian keluarga yang tak berbanding lurus dengan uang kuliah yang di bebankan pada mereka.
Hari ini mahasiswa di pecah bela dengan egoisme dan kepentingan, tak sadar mereka di tuntun dalam satu sistem yang tak berpihak pada mereka namun justru mereka keasikan dalam zona nyaman yang menyuguhkan kemudahan yang indah membunuh karakter, Psikologi mereka saat ini berubah, daya kritisnya di telan sendiri dan seakan menjagohkan diri sendiri. Tak ada lagi perjuangan seperti dulu lagi, rakyat terlunta-lunta dan mahasiswa sibuk di ruangan berAC sambil memegang gadgetnya tanpa ada rasa merangkul lagi, berafiliasi dengan sendirinya dengan kampus untuk kepentingan para elitnya (seperti anjing yang akan menggigit orang lain dan tunduk pada tuannya), yang memaksimalkan kepentingan Tuannya untuk menyokong kapitalisme Global.
Kini kampus menjadi seperti pabrik kecil. Dan dengan kampus sebagai pabrik, maka mahasiswa maupun siapapun yang dinyatakan lulus dari institusi ini adalah produknya. Sebagai pekerja, para mahasiswa atau kader universitas bekerja dalam kurun waktu yang telah dibatasi untuk menciptakan komoditi berupa dirinya yang lebih berpendidikan, lebih ahli dalam suatu bidang, sesuai dengan kebutuhan ‘gizi’ perekonomian.
Simplenya mahasiswa saat ini bukan lagi di bentuk namun dicetak sesuai kebutuhan pasar, namun anehnya kebutuhan mahasiswa di ingkari dan di caplok oleh Borjuis kampus misalnya Ketiadaan Almamter padahal dalam slip bukti pembayaran Uang kuliah tunggal telah tercantum akan adanya Alamamter dan sampai saat ini sebagian mahasiswa tak kunjung mendapatlannya, Berbagai baliho yang terpampang di berbagai sudut kampus biru yang bertuliskan "Stop Pungli" adalah sebuah mimpi yang tak pernah terwujud mengapa demikian masih banyak pungutan yang ada di dalam kampus biru padahal Unima sudah menganut sistem UKT yang mengakomodir segalah kebutuhan mahasiswa tanpa ada lagi biaya tambahan. Dana kemahasiswa yang tak pernah di rasakan oleh Organisasi kemahasiswaan hal ini tak pernah diselesaikan oleh birokrat kampus malahan di tutupi padahal organisasi kemahasiswaan sangat memerlukan hal ini untuk kelangsungan organisasi selanjutnya. minimnya fasilitas peyokong seperti Wifi kampus yang tak kunjung di rasasakan di fakultas-fakultas yang ada padahal anggaran untuk Wifi kampus sangat besar, Tolilet yang ada di kmpus sangat tidak memadai terkesan kita ada di perumahan kumu yang toiletnya tak ada airnya dan kotor. Labolatorium sampai perpustakaan yang tidak memadai contoh lab bahasa yang tak pernah di gunakan di kampus FBS Unima.
Ini adalah sebagian masalah yang menimpa mahasiswa.
Semua hal di atas adalah gambaran kampus yang saat ini saya rasa, hal ini juga berimbas pada mahasiswanya yang saat ini diam terlena dalm zona nyaman.
Teringat salah satu judul buku untuk mahasiswa yang di tulis oleh "Eko Prasetyo" maka di akhir kata ku ucapkan mari bersama-sama "BERGERAKLAH MAHASISWA".
Catatan dari Aktivis Kampus FBS UNIMA Johanes Gerung.
Komentar